Menyingkap Tabir Permufakatan Jahat dan Keji Dalam Kasus RUU HIP

Oleh : M. Amin Husen.
(Civil Society Institut. Law Enforcement Watch.)

OPINI, DIKITA.id – Munculnya RUU HIP yang kontroversi itu sontak meramaikan diskursus publik tentang Pancasila sebagai Dasar Negara dan Falsafah Hidup Bangsa Indonesia. Ulasan mengenai Pancasilapun nyaris bertebaran menghiasi ruang publik. Publikpun dipaksa untuk melek politik mengaji kembali Pancasila sebagai Common Platform Kehidupan Berbangsa dan Bernegara

Pancasila sebagai Dasar Negara dan Falsafah Hidup Berbangsa sudah Final dan tidak perlu lagi diutak-atik, demikian pendapat banyak tokoh dan pengamat. Karna itu, mengutak-atik Pancasila dengan dalih dan alasan apapun, merupakan tindakan konyol, ngawur gegabah dan kebablasan yang tidak bisa ditolerir.

Untuk itu, siapapun yang bersikeras mendeklare RUU HIP harus legowo untuk mengubur hidup-hidup ambisi politiknya yang menyesatkan itu. Bahkan insiator dan atau aktor intelektual dari RUU HIP tersebut harus diseret untuk bertanggungjawab. Bahwa berani berbuat mestinya juga harus berani bertanggung jawab.

Pancasila Sebagai Konsensus Politik.

Pancasila merupakan Konsensus Politik bagi Bangsa Indonesia sebagai suatu Nation State dengan berbagai komunitas masyarakat yang majemuk. Pancasila juga dipandang sebagai Common Platform dalam  membangun dan merawat sebuah Konsensus Bersama untuk hidup berdampingan secara rukun, damai dan tenteram serta saling menghormati dalam perbedaan dan kemajemukan, dikenal dengan istilah Bhinneka Tunggal Ika.

Sebagai Konsensus Politik, masing-masing kelompok terikat oleh sebuah Konsensus yang bersifat legal – formal serat mengandung konsekwensi moral untuk senantiasa menunjukkan sikap komitment dan konsistensi dalam memelihara dan mengawal nilai-nilai luhur Pancasila.

Oleh karna itu, siapa saja yang mencoreng atau menciderai substansi nilai-nilai luhur Pancasila dengan dalih apapun sama saja artinya merobohkan dan mencampakkan Konsensus Politik tersebut.

Upaya sistematis dan terorganisir untuk merubah sebahagian atau keseluruhan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila tentunya dapat mendistorsi dan atau mendegradasi nilai-nilai luhur Pancasila sebagai Dasar Negara dan Falsafah Hidup bangsa Indonesia., maka perbuatan demikian itu dapat dimaknai dan dinyatakan sebagai Permufakatan Jahat yang menjurus tindakan Makar.

Indikasi Permufakatan Jahat Dan Tindakan Makar Dalam Kasus RUU HIP.

Permufakatan Jahat atau istilah populernya dikenal dengan Konspirasi Jahat adalah aktifitas politik yang terencana dan terorganisir yang diinisiasi dan dimunculkan oleh kelompok kepentingan secara bersama-sama, serta dilakukan secara terang-terangan ataupun secara tersamar atau terselubung.

Adapun Tindakan Makar diawali atau didasari niat jahat oleh sekelompok orang secara terencana dan terorganisir lewat kegiatan politik yang bermaksud atau  bertujuan merongrong atau menggoyang atau  mengacaukan sendi-sendi luhur Pancasila sebagai Common Platform dalam Kehidupan Berbangsa-Bernegara.

Menarik mendalami terminologi Permufakatan Jahat dan Makar dari perspektif studi ilmu politik kontemporer dalam konteks RUU HIP, sehingga dapat memahami makna sesungguhnya dari kedua kosa kata politik itu sesuai konteks masalah aktual yang sedang terjadi saat ini.

Untuk memperkaya khasanah dan wawasan ilmu politik mengenai istilah Permufakatan Jahat dan tindakan Makar serta indikasinya dalam kasus RUU HIP yang kontroversi itu, agaknya diperlukan kontribusi pemikiran para pakar, pengamat, atau intelektual khususnya bidang hukum tata negara untuk membedah atau menguliti interpretasi Permufakatan Jahat dalam  RUU HIP.

Merupakan tantangan para pakar, intelektual dan akademisi dalam menganalisa dan mengidentifikasi adanya anasir-anasir Permufakatan Jahat dan tindakan Makar dalam kasus RUU HIP. Sehingga publik pun memperoleh pemahaman yang utuh dan objektif mengenai interpretasi Permufakatan Jahat dan kaitannya dengan tindakan Makar.

Karena selama ini, tudingan Makar hanya dan selalu dialamatkan kepada Ummat Islam saja yang dianggap radikal, intoleran, anti Pancasila. Sebuah tudingan yang tendensius dan fitnah keji.

Esensi Dan Substansi Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa.

Ideologi Pancasila sebagai Dasar Negara dan Falsafah Hidup Bangsa pastinya sudah berurat akar di tengah rakyat Indonesia yang religius. Substansi Pancasila yang berisi 5 (lima) sila yang saling menyatu dan melengkapi itu sudah paripurna, sehingga tidak lagi memerlukan revisi dan tafsir baru yang hanya mendegradasii atau mendistorsi esensi dan substansinya.

Hidden Agenda yang tersirat dari ambisi kelompok kepentingan lewat pengajuan RUU HIP tersingkap dengan jelas. Sebuah mission Impossible yang sedang dijalankan oleh kelompok kepentingan kandas dan gagal total karna kepekaan Ummat Islam cukup tajam mengendus setiap upaya pengkhianatan baik secara terang-terangan maupun terselubung.

Di tengah masyarakat Indonesia yang Sosio-Religius, Ideologi Pancasila sebagai potret  atau cerminan dari realita masyarakat Indonesia akan tumbuh subur dan kokoh, namun sama sekali tertutup alias tidak memberi ruang bagi masuk dan hadirnya anasir-anasir ideologi atheisme-komunisme yang bertentangan diametral dengan sila pertama Pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.

Karna itulah, kelompok kepentingan yang mengusung ideologi komunisme dan menyusupkan lewat RUU HIP hendaknya berhenti bermanuver mencari celah untuk bisa melampiaskan ambisi politiknya di tengah bangsa Indonesia. Go To Hell.

Majelis Ulama Indonesia Sebagai Representasi Ummat Islam Indonesia.

Hiruk pikuk politik terkait kasus RUU HIP ini merupakan Blessing In Disguise bagi MUI. Dari sinilah MUI bangkit dan tampil menjadi unsur Kekuatan Pemersatu dan Perekat bagi Ummat Islam, sambil terus bergerak opensif, bersama Ummat melakukan tekanan dalam menyuarakan tuntutan politik pembatalan dan penolakan RUU HIP tersebut.

Dengan adanya kasus RUU HIP, yang kemudian mendorong MUI bangkit dan tampil di garda terdepan mengambil inisiatif dan peran politik yang lebih kongkrit dan proaktif, tentunya merupakan awal yang baik dan menjadi peluang emas bagi MUI untuk menunjukkan eksistensinya selaku Representasi Ummat.

Bangkit dan tampilnya MUI di garda terdepan menyikapi kasus RUU HIP dan mungkin berbagai issu politik tidak sedap, tidak ramah dan nyinyir terhadap Ummat Islam adalah kabar gembira bagi segenap Ummat yang sudah sekian lama mengharapkan kehadiran MUI di tengah Ummat dan bersama-sama Ummat melawan setiap bentuk kebathilan.

Jika Ummat Islam dibawah komando MUI,  bersatu padu serta bergerak serentak dan serempak menggaungkan lantang aspirasi politik Ummat, pastinya musuh-musuh islam mulai berhitung, ketar-ketir dan tidak lagi memandang remeh kekuatan Ulama dan Ummat Islam.

Kini momentumnya tepat, MUI atau Ulama bersama Ummat Islam harus semakin mesra dan hangat, terus meningkatkan soliditas dan solidaritas, bergerak opensif, agresif, cerda, taktis, memanfaatkan momentum politik tentang issu kebangkitan komunisme gaya baru sebagai musuh bersama Ummat.

Maka Ibarat pelari maraton, MUI dan Ummat Isam harus lebih cerdas, gesit, tangkas dan taktis mengatur ritme pergerakan agar tetap terjaga, terkendali, on the right track dan fokus serta selalu dalam kondisi prima dan sigap.

Saat ini, secara politik Ummat Islam sedang solid dan kompak yang direkatkan oleh issu bangkitnya Komunisme sebagai Musuh Bersama. Maka menghadapi musuh yg amat licin, licik dan lihai serta penuh siasat tipu muslihat, perlawanan jangan pernah kendor atau dikendorkan, jangan pula lengah dan ceroboh.

Ketika MUI mampu menempatkan posisinya sebagai representasi ummat, bersikap konsekwen dan konsisten menyuarakan aspirasi Ummat, tampil proaktif mengawal, membela dan melindungi kepentingan Ummat, pastinya Ummat Islampun akan semakin menaruh simpati, respek dan loyal kepada MUI serta siap berjibaku mewujudkan seruan jihad MUI.. Hidup Mulia atau Mati Syahid.

Akan tetapi manakala kemudian integritas MUI rapuh, goyah, terkoyak, lalu bersikap inkonsisten dan terjebak dalam sikap kompromistis serta kemudian berbalik arah meninggalkan Ummat, pastilah Ummat tersakiti, kecewa, marah, muak dan antipati, lalu runtuh dan hancur berkeping-kepinglah harapan dan kepercayaan Ummat terhadap MUI.

Semoga saja sifat dan tabiat buruk, tercela dan naif itu jauh dari sosok Tokoh-Tokoh Ummat dan Ulama  di internal MUI yang kita muliakan itu.

Dan Akhirnya!

Pancasila diperas menjadi Trisila yaitu Ketuhanan, Nasionalisme dan Gotong Royong, kemudian diperas lagi menjadi Ekasila yaitu Ketuhanan Yang Berkebudayaan, sungguh konyol, ngawur, gegabah dan kebablasan

Bahwa motivasi maupun Indikasinya sudah sangat jelas, ada keinginan untuk merubah esensi dan substansi Pancasila yang sudah Patent itu, sehingga baik  inisiator maupun konseptornya patut bertanggung jawab dan menerima sanksi berat akibat tindakan Permufakatan Jahat dan Kejinya itu.

Untuk itu, MUI bersama Ummat Islam mesti tetap bersikap tegas, lugas dan proaktif mengawal tuntutan politiknya yang menolak keras RUU HIP itu serta terus bergerak opensif menekan dan menuntut pihak-pihak terkait Permufakatan Jahat dan Keji itu.

Sebagai warning, MUI dan Ummat harus sigap dan selalu dalam kondisi siap siaga,  mengantisipasi dan mewaspadai  manufer-manufer mereka lewat berbagai intrik, agitasi dan provokasi yang akan memancing munculnya aksi-aksi sporadis, radikal dan frontal dari Ummat yang menjurus tindakan anarkis dan deskruktif. Hal ini bisa menjadi pintu masuk mereka untuk melakukan pukulan balik yang dapat menyudutkan  posisi MUI dan Ummat.

Semoga Allah Azza Wajallaa memberikan Perlindungan dan Pertolongan-NYA kepada para Mujahid yang Istiqomah berjihad Fi Sabilillah dan meraih kemenangan hakiki dalam curahan Rahmat dan ridho-NYA.

Jakarta, 26 Juni 2020.

image_pdfimage_print
Spread the love

Komentar