Harapan di Tengah Corona

Oleh : DR. H. Suhardi Duka (Anggota DPR RI periode 2019-2024)

OPINI, DIKITA.id – Dalam beberapa hari ditengah social distancing ataupun Jaga jarak dirumah saja, banyak yang telepon, bapak dimana? Apa saya bisa ke rumah, bapak bisa berkunjung atau apakah bisa ke kebun dan lain lain.
Jawaban saya pun variatif dengan mengukur kadar kepentingan pesan yang saya berikan dan yang dibutuhkan publik.

Covid-19 banyak mengubah prilaku publik dalam berbagai hal, termasuk kecemasan, bermedia sosial baik yang positif maupun berbagai meme yang lucu, bahkan kritik pedas dan satire yang bermakna optimis maupun pesimis.

Dalam berbagai literatur bila suasana seperti ini terjadi ditengah publik maka kehadiran pemimpin ditengah rakyat sangat dibutuhkan untuk memberi kepastian tentang kebijakan yang kuat (strong policy), yang diambil oleh seorang pemimpin dalam memberi motivasi kepada publik untuk berpikir optimis dalam menghadapi persoalan yang berat seperti menghadapi corona virus ini.

Seperti halnya pesan Presiden Ghana Nana Akufo Addo, bahwa “demi untuk menyelamatkan nyawa rakyat maka negara ini saya lockdown walaupun saya tahu ekonomi akan memburuk tapi karena juga saya tahu cara membangun kembali ekonomi negara ini tapi saya tidak tahu menghidupkan kembali rakyat yang akan mati akibat Covid-19.”

Dengan pesan yang tegas ini, rakyat Ghana ikut dan rela merasakan buruknya ekonomi negaranya serta menyetujui sikap presidennya karena tahu pilihannya sulit, walaupun sulit tapi dia memilih untuk keselamatan rakyatnya.

Beda halnya dengan perdana menteri India, Narendra Modi, yang meminta maaf kepada kaum miskin di negeri itu, akibat lookdown yang diterapkan tanpa persiapan yang matang. rakyat india justru berbondong-bondong mudik akibat tidak jelas kebijakan pemerintahnya.

Dalam buku Sutasoma, ukuran moralitas pemimpin adalah muncul dari rakyat, dia tumbuh dari pergulatan yang jujur dan bertanggung jawab bersama rakyat. Pemimpin yang hebat tidak bisa tinggi bagai menara gading jauh dan terasing dari rakyatnya.

Sebaliknya, ciri pemimpin yang buruk menurut Jean Lipman dalam buku The Allure to Toxic leaders (2004) dia memiliki Karisma yang buruk, berkarakter lemah, haus pujian dan terlalu memandang tinggi diri sendiri.

Kondisi Indonesia saat ini apapun posisi pemimpinnya selalu dibutuhkan kekuatan bersama bila menghadapi situasi seperti ini. Bangsa ini tidak boleh berpikir mundur dalam menghadapi pandemi yang luar biasa ini. Kekuatan harus terbangun dalam skala sosial bersama, yang kuat membantu yang lemah dan pemerintah memastikan ketersediaan pangan serta proteksi kesehatan utamanya bagi para Dokter dan petugas medis.

Kebiajakan pemerintah Jokowi sesungguhnya telah mengarah pada sasaran yang lebih jelas, dengan alokasi anggaran yang cukup besar lebih dari Rp. 400 triliun untuk menangani Covid-19, termasuk berbagai stimulus yang dapat dimanfaatkan untuk rakyat dalam mengurangi beban hidupnya selama masa pandemi dan Pasca pandemi.

Hanya saja, keraguan rakyat terburu terbangun pesimisme akan kemampuan pemerintahnya dalam menghadapi pandemi ini, komunikasi publik yang kurang baik, cenderung tumpang tindih antar pejabat.

Begitupun pilihan kebijakannya yang kurang prioritas salah satunya enggan merelokasi proyek-proyek mercusuar seperti IKN dan Infrastruktur yang dinilai tidak mendesak ketimpang menambah utang baru. Tapi apapun namanya presiden jokowi telah mengambil pilihan untuk penanganan Covid-19 perlu mendapat dukungan.

Sebagai salah seorang yang berada ditataran kebijakan pusat, saya ingin memastikan kepada publik bahwa kesadaran pemimpin di negeri ini sangat kuat dan fokus untuk menangani Pandemi, baik di sektor keuangan maupun kebijakan dalam penangan Pandemi dan dampak ekonominya.

Dikomisi IV, kami bersama jajaran Kementan, KKP, KLHK dan Bulog, sepakat untuk memastikan bahwa sampai dengan 5 Bulan dan selama tahun 2020 produktifitas dan ketersediaan pangan harus tetap terjaga.

Ekonomi harus tetap bergerak di Desa dan mendorong program Padat Karya serta berjalannya kegiatan di sektor pertanian. Walaupun rapat secara virtual tetap harus mengambil keputusan yang cepat demi untuk rakyat yang sebentar lagi dampak ekonominya semakin terasa utamanya menjelang bulan curi Ramadhan ini.

Pemimpin harus menjaga dan mengawasi bahwa tidak boleh ada mafia ataupun orang tertentu yang bisa mengambil manfaat pribadi dalam situasi seperti ini, jangan ada satu kekuatan yang untung dan diuntungkan akibat Covid-19.

Demikianpun kepemimpinan di daerah, harus dapat menopang dan mengambil kebijakan yang dapat dirasakan oleh rakyat dengan cepat dan tepat, kreatif tidak menunggu hanya uluran tangan dari pemerintah Pusat.

Tahu kondisi sosial ekonomi rakyat di daerah adalah Kunci dalam pengambilan keputusan kepala daerah. Tidak pilih kasih dan politis dalam setiap sikapnya, persoalan Covid-19 bukan politis tapi murni persoalan sosial ekonomi dan keselamatan rakyat.

“Jaga emosi dan tetap bahagia agar auto imun tetap terjaga.”

SDK : Rumah Puncak, 6 April 2020.

image_pdfimage_print
Spread the love

Komentar