Keterbelahan Sendana, Pemkab Mamasa Mendua?

MAMASA, DIKITA.id – Masyarakat selalu berusaha meracik cara hidup dalam ketentraman. Dari sejak nenek moyang hingga kapan pun. Lalu, seiring masa ke masa yang terus berganti, mengapa cenderung terbelah. Hanya Tuhan, dan mungkin Tuan, yang tahu.

Wallahua’lam.

Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) di manapun itu menghadirkan keterbelahan masyarakat. Itu fakta di mana-mana. Kecuali, ada kekuatan lokal yang penuh keAdaban yang mampu menterjemahkan demokrasi moderan sebagai bumbu tambahan dari kearifan lokal yang telah tumbuh berurat berakat di bumi di mana dipijak para pengampu kehidupan yang memuliakan hidup manusia di atas segala hal, makna hakiki kehidupan yang melampaui demokrasi formalitas belaka.

Pilkades serentak pada Desember 2021 di Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat (Sulbar) dilaksnakan di 48 desa di hampir semua kecamatan yang ada di kabupaten yang dijuluki Bumi Kondosapata’ ini.

Salah satu desa yang melakukan perhelatan demokrasi formal enam tahunan adalah Desa Sendana, Kecamatan Mambi, Kabupaten Mamasa.

Sejumlah figur maju berkompetisi tapi M. Nasir S – lah yang dinyatakan sebagai pemenang dan dilantik sebagai Kepala Desa Sendana periode 2022 – 2027.

Nasir (50 an tahun) bergerak cepat sejak bulan Januari hingga sekarang, atau empat bulan lebih setelah pelantikan dirinya selaku Kepala Desa Sendana.

Dimulai pembentukan anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang baru. Apakah melalui mekanisme yang tepat terkait hal ini, wallahu’alam. Belum terkonfirmasi kepada para pemangku di desa tersebut.

Perkembangan terkini dalam pemerintahan di Sendana, M Nasir S membuat gerakan yang jadi perhatian berbagai pihak, termasuk kalangan Insan Pers di Kabupaten Mamasa dan Provinsi Sulbar.

Pada akhir bulan Maret atau tanggal 25 Maret 2022, M. Nasir menerbitkan sebuah surat yang disebut SK tentang pemberhentian sejumlah perangkat Desa Sendana.

Alasan Nasir diperkuat dengan dukungan rekemendasi Camat Mambi Armin Pane. Sampai saat ini pihak Camat Mambi belum membeberkan apa isi surat rekomendasi sebagai awal dan pijakan dasar Nasir membuat SK pemberhentian bagi sejumlah aparatnya.

Tidak lama dari itu, pihak-pihak yang diberhentikan tersebut melakukan perlawanan atau menolak diberhentikan secara sepihak oleh kadesnya sendiri tanpa alasan yang mendasar dan prinsip.

Pantauan DIKITA, sejak saat itu, baik di pada kenyataan dan di dunia maya (internet), masyarakat di Desa Sendana terbelah.

Mereka kemudian mengadukan Kepala Desa Sendana M. Nasir ke Dinas PMD Kabupaten Mamasa dan Ombudsman Sulbar.

Penelusuran dilakukan di Pemkab Mamasa, belum membuahkan hasil konfirmasi terkait hal tersebut.

Muncul tanda tanya besar, bagaiman peran seorang kepala pemerintahan di wilayah kecamatan melihat keterbelahan masyarakat di sebuah desa?

Selanjutnya, Dinas PMD Kabupaten Mamasa memposisikan diri sebagai pembina pemerintahan di desa. Atas aduan pihak tertentu dari Desa Sendana ditanggapi oleh Dinas PMD Kabupaten Mamasa.

Tentunya, tanggapan ini keluar seteleh kedua belah pihak, yakni Kepala Desa Sendana M Nasir dengan sejumlah perangkat Desa Sendana yang diberhentikan tersebut.

Rekomendasi PMD menganulit SK pemberhentian yang dibuat oleh Nasir, tertanggal 25 April 2022.

Pergerakan tidak berhenti sampai di sini. Ombudsman Sulbar lalu memanggil terlapor yakni M. Nasir. Di kantor Ombudsman di Mamuju, sekitar 19 Mei 2022, M Nasir dimintai keterangan atau klarifikasi. Sampai hari ini hasil klarifikasi pihak Ombudsman masih dirahasiakan.

Muncul pertanyaan serius. Apakah pihak PMD Mamasa mengawal surat rekomendasi yang dibuat pada akhir April tersebut?

Nihil. Tidak jelas apa yang terjadi di lapangan.

Apakah pihak M Nasir melaksanakan isi rekomendasi dari Dinas PMD Kabupaten Mamasa?

Faktanya kemudian Kepala Desa Sendana dengan terang benderang melawan isi surat dari PMD tersebut.

Hal tersebut dibuktikan Kepala Desa Sendana melakukan pelantikan sekitar 13 orang perangkat Desa Sendana yang baru. Pelantikan ini dilaksanakan di salah satu gedung di Sendana pada hari Senin, 23 Mei 2022.

Tampak beredar gambar di sejumlah media sosial (facebook), pihak Polsek Mambi dan Camat Mambi Armin Pane turut hadir dalam pelantikan tersebut.

Apakah ini bentuk tamparan kepada dinas PMD? Apakah ini perlawanan dari desa dan kecamatan pimpinan atasnya di kabupaten? Wallu’alam. Hanya Tuhan dan mungkin Tuan yang tahu.

Terkesan, mengapa pihak PMD atau Pemkab Mamasa lamban merespon keterbelahan dan berbau perlawanan dari bawah? Hal tersebut masih perlu penelusuran lebih dalam lagi.

Ketegasan pemerintah daerah diuji saat ini. Atau adakah kepentingan lain dari keterbrlahan ini? Wallahu’alam Bizzawab.

Sayangnya Kepala Desa Sendana, M. Nasir ketika dikonfirmasi via telpon Selasa 24 Mei 2022 kemarin, enggan merespon pertanyaan Wartawan.

Tegas ia menolak diwawancara via telpon mengenai permasalahan yang terjadi di desanya.

“Kalau ada perlu silahkan ke kantor,” kata M. Nasir saat dikonfirmasi sembari mematikan telpon selluler miliknya.

Sekertaris Desa (Sekdes) Sendana, Jayanti sebagai pihak yang diberhentikan dan sebagai pengadu mengatakan, tidak akan tinggal diam terkait apa yang ia alami saat ini. Ia akan menuntut haknya hingga di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Kepada laman ini Jayanti menjelaskan, alasan Kepala Desa M. Nasir memberhentikan dirinya, hanya karena tidak memiliki Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK), hingga ia diberikan Surat Peringatan 1 (SP 1).

Dalam jangka waktu dua minggu, ia kembali diberikan SP 2 dari Kepala Desa, tak sampai disitu, dua pekan kemudian Jayanti kembali diberikan SP 3 bersamaan dengan Surat Keterangan (SK) pemberhentian.

Usai menerima SK pemberhentian, Jayanti beserta sejumlah aparat desa lainnya yang bernasip sama, tak tinggal diam. Namun, mereka melayangkan surat gugatan kepada Kepala Desa, bahkan berujung di Ombudsman perwakilan Sulawesi Barat.

“SKCK yang diminta Kepala Desa adalah SKCK Tahun 2016 lalu saat saya diangkat jadi Sekdes,” kata Jayanti, Rabu 25 Mei 2022.

Setelah sejumlah aparat desa mengajukan keberatan pasca diberhentikan, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Kabupaten Mamasa mengeluarkan rekomendasi yang ditujukan kepada Kepala Desa M. Nasir, agar para aparat desa yang dipecat itu dikembalikan ke posisi semula.

Namun, surat rekomendasi itu bagaikan angin berlalu saja, lantaran tidak diindahkan Kepala Desa. Melainkan, tetap melantik aparat desa baru.

“Tapi kalau memang aturan yang memberhentikan, ya kami terima. Tapi kami masih akan berjuang sampai di Pengadilan,” tutur Jayanti.

Wakil Ketua Tim Pengaduan Masyarakat, Dinas PMD Mamasa, Marthinus mengatakan, setelah dilakukan penelusuran tidak ditemukan alasan tepat terkait kebijakan Kades Sendana memberhentikan aparatnya.

Dengan demikian, Kades Sendana dianggap melanggar aturan berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor 67 Tahun 2017.

Dalam pasal 5 menyebutkan, pemberhentian aparat desa tidak dilakukan secara sepihak atau tanpa alasan yang kuat apalagi cenderung dipaksakan dan sangatpolitis.

“Saya sudah sampaikan jika tidak memenuhi syarat lagi yah tidak apa-apa diberhentikan,” katan Marthinus.

Namun, kenyataannya delapan aparat desa yang diberhentikan, masih bersyarat dan masih menginginkan menjadi aparat desa.

Kepada Dinas PMD, Kades Sendana beralasan bahwa delapan aparat desa yang diberhetikan, satu diantaranya dianggap rangkap jabatan karena mengapdi di salah satu sekolah dasar sebagai tenaga kontrak.

Namun faktanya kata Marthinus, yang bersangkutan telah menyatakan mengundurkan diri sebagai guru kontrak dan memilih menjadi aparat desa.

Alasan lain yang mendasri Kades Sendana adalah menjalankan perintah Camat Mambi.

Camat Mambi, mengeluarkan surat rekomendasi pemberhentian aparat desa secara permanen.

Dengan adanya campur tangan Camat Mambi, dianggap tidak memahami dan tidak menjalankan undang-undang nomor 6 dan Permendagri nomor 83 dan 67 secara utuh. Termasuk Kepala Desa.

“Yang jelas kebijakan Kades Sendana dianggap bertentangan dengan aturan,” tegas Marthinus.

Polemik pemberhentian delapan aparat desa Sendana, Bupati Mamasa, Ramlan Badawi tak akan tinggal diam.

Bupati Ramlan mengatakan, penggantian aparat desa dari pejabat lama ke pejabat baru merupakan sebuah pelanggaran. Sehingga, Dinas PMD telah memberikan teguran secara tertulis, namun tidak diindahkan.

Karena tidak diindahkan, maka Inspektorat, Kabag Hukum, Kejaksaan Negeri Mamasa dan kepolisian, berencana memanggil Kades Sendana untuk diberikan arahan sekaligus penegasan.

“Kita akan panggil untuk dinasehati, kalau tidak diindahkan maka diberikan sanksi. Ini dilakukan supaya tidak ada lagi kepala desa yang permainkan aturan,” pungkas Ramlan.

Jika persoalan ini tidak mampu diselesaikan Pemerintah Daerah (Pemda) secara baik berdasarkan aturan, tentu akan menjadi pertanyaan besar bagi masyarakat, ada dibalik semua itu.

Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kondosapata, Maikhel selaku kuasa hukum aparat desa diberhentikan mengatakan, jika persoalan yang dialami sejumlah aparat Sendana tidak diselesaikan oleh Pemda berdasarkan aturan, maka selaku kuasa hukum akan menempu jalur hukum.

Namun, masih menunggu upaya yang akan dilakukan Pemda menyikapi persoalan yang terjadi di Desa Sendana tersebut.

“Kalau Pemda tidak mampu menyelesaikan persoalan ini, maka akan dilanjutkan sampai ke PTUN,” pungkasnya.

Seorang pemimpin dituntut untuk mampu menyelesaikan masalah rakyatnya, bukan hanya statement semata. Namun, rakyat butuh ketegasan yang nyata.

Akankah Pemerintah bertindak tegas atas orang-orang yang melanggar aturan secara nyata? Entahlah.

wa/rfa

image_pdfimage_print
Spread the love

Komentar