Pilkades Mamuju Awal Februari Dianggap Cacat Hukum

MAMUJU, DIKITA.id – Komisi I DPRD Kabupaten Mamuju mengelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) di ruang rapat DPRD Mamuju, Selasa (12/1).

RDP itu menghadirkan sejumlah OPD terkait (Asisten I, Inspektorat, BKAD, Kabag Hukum dan Perwakilan Desa Kabupaten Mamuju), membahas terkait SK Bupati Mamuju yang dikeluarkan pada 23 Desember 2020 lalu, terkait Pemilihan kepala Desa serentak pada awal februari 2021.

SK yang diterbitkan Bupati Mamuju itu dinilai catat prosedural dan tak diresgister dalam Peraturan Deareh di Bagian hukum Kabupaten Mamuju.

Menurut keterangan Kasubag perundang-undangan Kabupaten Mamuju, Soviana, Surat Keputusan (SK) Bupati dengan Nomor 188.45/596/KPTS/XII/2020 tentang pelaksanaan pemilihan kepala desa serentak di Kabupaten Mamuju tahun 2021, tidak melalui proses asistensi. Sehingga SK tersebut dinilai cacat prosedural.

“Hanya pemberian nomor karena sudah ditandatangani Bupati, tetapi kami beri kode khusus bahwa ini tidak melalui bagian hukum, tapi langsung dari Bupati,” terang Soviana di ruang rapat DPRD Mamuju.

Sementara Kepala Inspektorat Mamuju, Muhammad Yani menyatakan, untuk melaksanakan pilkada harusnya mengacu pada Perbub, terutama terkait gelombang pelaksanaan Pilkades.

Sementara saat ini Peraturan Bupati masih dalam proses asistensi terkait penyesuaian terhadap Permendagri No.72 tahun 2020, tentang penundaan Pilkades Kabupaten/Kota dalam situasi darurat Pandemi Covid-19.

“Untuk saat ini berdasarkan hasil konfirmasi kami ke bagian Hukum Perbub masih dalam proses asistensi di Provinsi, sehingga dasar pengambilan dalam pelaksanaan Pilkades serentak itu belum ada. Dan konfirmasi kami selaku Inspektorat ke bagian Hukum, dibagian Hukum pun belum ada lembar Daerah dan Penomoran Perbub,” tutur Muhammad Yani.

Selain itu, menurut mantan Kabag Hukum Kabupaten Mamuju itu, perubahan Perbub Mamuju nomor 27 tahun 2017 harus menyesuaikan dengan Permendagri nomor 56 dan 72 tahun 2020. Yang mengacu pada situasi darurat akibat Pandemi Covid-19.

“Belum ada lembar Perbub dan penomoran peraturan daerah, dan sesuai dengan konfirmasi kebagian Hukum saat ini Perbub masih dalam proses asistensi menyesuaikan perubahan Permendagri 72. Sehingga dasar dalam pengambilan keputusan belum ada,” lanjutnya.

Selain itu, sesuai Permendagri 72 tahun 2020, unsur kepanitian dalam Pilkades harus melibatkan unsur Forkopinda yang selanjutnya akan membentuk Forkopincab di kecamatan, sementara dalam Surat Keputusan (SK) Bupati Mamuju, yang ditandatangani Habsi Wahid pada 23 Desember 2020 lalu, mengabaikan permendagri 72 tahun 2020, tentang unsur Forkopinda dan unsur terkait.

Merasa tak pernah dilibatkan dalan penyusunan Pilkades 2021 Kepala Inspektorat Kabupaten Mamuju, Muhammad Yani menyatakan menarik diri dari unsur kepanitian .

“Karena kami merasa tidak pernah dilibatkan dalam pengambilan keputusan, maka dengan ini (dalam rapat dengar pendapar dengan Komisi I DPRD Mamuju) saya menyatakan menarik diri dari unsur kepanitian yang ada (sesuai SK Bupati Mamuju 23 Desember 2020),” tambahnya.

Sementara hasil keputusan dalam rapat dengar pendapat (RDP) yang dibacakan oleh ketua Komisi I DPRD Mamuju, Sugianto memutuskan, SK dengan Nomor 188.45/596/KPTS/XII/2020 cacat prosedural dan bertentangan dengan undang-undang, dengan melanggar lima point, yakni melanggar Peraturan Daerah (Perda) Nomor 27 tahun 2017, Bertentangan dengan Peraturan Bupati (Perbub) Nomor 27 tahun 2017, bertentangan dengan Permendagri 65, 72, dan Surat Edaran Meteri dalam negeri terkait penundaan Pilkades dalam situasi darurat pandemi Covid-19

“Forum memustuskan bahwa keptusan Bupati Mamuju terkait Pemilihan Kepala Desa serentak pada februari 2021 melanggar perundang-undangan, sehingga dinyatakan In Konstutusi,” sebutnya.

Selanjutnya RDP juga mengusulkan penundaan Pilkades paling cepat dilaksanakan pada Juni 2021, mengingat situasi Pandemi di Mamuju saat ini terus meningkat, dan regulasi (Perbub) saat ini masih dalam penyesuaian serta anggaran yang belum memungkinkan cair (di awal tahun), maka Pilkades tidak dapat dilaksanakan pada Februari 2021.

“Untuk peserta rapat tetap konsisten untuk mendorong Pilkades paling cepat dilaksanakan pada bulan Juni 2021,” kata Sugianto.

Forum RDP juga menolak adanya penganggaran Pilkades pada tubuh ADD yang tersebar pada 48 Desa yang hendak menggelar Pilkades dengan dasar, Pilkades merupakan kewenagan penuh Pemerintah Kabupaten, sehingga secara penuh masuk dalam tubub APBD pemerintah Kabupaten.

“Forum yang dihadiri Eksekutif dan legislatif ini juga menolak adanya permintaan penambahan Dana Rp. 15 juta atau lebih untuk Pilkades, sehingga kalau ada yang melanggar silahkan aparat hukum yang berwenang untuk melakukan tindakan Hukum sesuai fungsinya,” tambah Sugianto.

Untuk itu, dalam RDP tersebut, DPRD Mamuju bersama unsur terkait dari Pemkab Mamuju memutuskan, jika kemudian ada pihak tertentu yang memaksa pelaksanaan Pilkades pada Februari 2021, maka itu cacat prosedural dan tidak sesuai dengan hukum yamg berlaku.

“Dengan ini jika ada Desa yang memaksa Pilkades pada Ferbruari 2021, maka itu dinyatakan catat hukum dan tidak dinyatakan sebagai kepalda desa terpilih, dan peserta rapat hari inu tetap sepakat dengan keputusan pada rapat 18 Desember 2020 lalu, bahwa Pilkades paling cepat dilaksanakan pada Juni mendatang,” pungkas Ketua Komisi I DPRD Mamuju dalam membaca keputusan rapat dengar pendapat.