Pertanyakan Status Kawasan SPBU Tadui, HMI Cabang Mamuju Sambangi Dinas Kehutanan Sulbar

MAMUJU, DIKITA.id – Pengurus Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Mamuju (HMI MPO), mendatangi kantor Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Barat guna menanyakan status kawasan pembangunan SPBU yang terletak di Desa Tadui, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat.

Pertemuan ini dipimpin Ketua Umum HMI Cabang Mamuju, Muhammad Ahyar bersama jajaran pengurus yang juga diterima langsung oleh kepala dinas Kehutanan Sulbar, Ir. H. Hamzah.

Seperti diketahui, SPBU yang berada di Desa Tadui, Kecamatan Mamuju, Kabupaten Mamuju, diduga dibangun di kawasan hutan lindung mangrove dengan luas sekitar satu hektare.

Kepala Dinas Kehutanan Sulbar menyampaikan, hingga saat ini status kawasan pembangunan SPBU di Desa Tadui masih berstatus kawasan hutan lindung.

Ia mengungkapkan, Itu merupakan salah satu pelanggaran kawasan yang sementara ditangani oleh pihak penegak hukum

“Ada dua malah, karena didalamnya ada dari penegak hukum Gakum Kementrian Kehutanan dan Kejaksaan Tinggi Sulbar,” kata Ir. H. Hamzah, Selasa (14/9/21).

Saat ini, kata Hamzah, lahan pembangunan SPBU itu diusulkan untuk masuk dalam Perencanaan Tanah Objek Reforma Agraria (TORA).

“Jadi kita menghargai proses itu. Sekarang masih status kawasan (hutan lindung) jadi mestinya Izin tidak boleh terbit,” lanjut Hamzah.

Sementara itu, Muh. Ahyar mengungkapkan pihaknya ingin memperjelas status kawasan pembangunan SPBU di Desa Tadui tersebut.

“Kami datang untuk bersilaturrahmi sekaligus mempertanyakan status kawasan pembangunan SPBU,” kata Muh. Ahyar.

Terkait lahan yang diusulkan ke dalam Perencanaan Tanah Objek Reforma Agraria (TORA), ia menegaskan bahwa untuk lahan warga tentu tidak jadi masalah, yang masalah ketika dilahan yang ingin kita keluarkan dari kawasan hutan lindung berdiri badan usaha.

“Kami sepakat, untuk lahan yang telah dihuni warga menjadi tempat tinggal layak untuk dikeluarkan dari status hutan lindung, tapi yang jadi masalah SPBU, sebab disana ada kegiatan usaha,” kata Muh. Ahyar.

“Jika status hutan lindung bisa dicabut untuk kegiatan usaha perorangan, saya yakin kedepan akan banyak hutan lindung yang disulap menjadi tempat usaha yang dikuasai oleh orang-orang tertentu,” lanjutnya.

Lebih lanjut, kata Ahyar, mengalihfungsikan hutan mangrove menjadi tempat usaha, juga menjadi perhatian kami.

“Setau kami, pemerintah setiap tahunnya menganggarkan penanaman mangrove untuk mencegah abrasi, lalu kenapa penerobosan hutan mangrove harus dibiarkan begitu saja?,” katanya.

Untuk itu, ia berjanji akan terus mengawal kasus tersebut dan berharap agar proses yang dijalankan oleh aparat penegak hukum dapat benar-benar berjalan dengan baik.

zul/rfa