Dosen UMI Gelar Pelatihan Pemanfaatan Ikan Sapu-Sapu Danau Tempe, Diapresiasi Bupati Wajo

MAKASSAR, DIKITA.id – Danau Tempe adalah danau tektonik yang membentang pada tiga kabupaten di Sulawesi Selatan, yaitu Kabupaten Wajo, Kabupaten Sidenreng Rappang, dan Kabupaten Soppeng, dengan kedalaman maksimal 5 meter (16 ft). Danau ini dianggap sebagai danau purba karena terbentuknya bersamaan dengan terbentuknya daratan Sulawesi yang berada di atas lempeng benua Australia dan Asia.

Luasnya sekitar 350 km2 dan menjadikannya sebagai danau terluas kedua di Sulawesi. Danau ini juga memiliki beragam spesies ikan air tawar yang jarang ditemui di tempat lain.

Produksi ikan di Danau Tempe terus menurun. Tercatat, pada tahun 1955 produksinya sebesar 16.500 ton, tahun 1977 sebesar 4.500 ton, tahun 2010 sebesar 1.427 ton. Saat ini, berdasarkan pantauan di lapangan dan hasil wawancara dengan beberapa nelayan di Danau Tempe, produksi ikan asli semakin menurun.

Penurunan produksi ikan tersebut diduga karena penangkapan ikan yang massif, menurunan kualitas perairan akibat pencemaran yang berasal dari limbah pertanian, limbah hasil pengolahan sutera dan limbah rumah tangga, sedimentasi, adanya gulma air (eceng gondok) yang semakin padat dan permasalahan lain yang cukup serius seperti hadirnya ikan invasif yaitu sapu-sapu (Pterygoplichthys spp.) yang populasinya semakin banyak.

Selain mempunyai kemampuan adaptasi yang tinggi, ikan ini juga tidak mempunyai predator alami, tidak dikonsumsi dan pemanfaatan lainnya belum ada. Nelayan di Danau Tempe berharap ada upaya untuk menanggulangi ikan sapu-sapu ini secara fisik, kimia atau biologi, agar komposisi jenis ikan bisa pulih kembali, sehingga ikan-ikan ekonomis penting dapat kembali seperti semula.

Keluhan ini sudah disampaikan kepada pemerintah melalui Dinas Perikanan setempat, akan tetapi hingga saat ini belum ada solusi yang pasti, karena belum ditemukan cara yang tepat. Bahkan dominasi ikan sapu-sapu semakin massif dan semakin meluas, hampir di semua wilayah danau, hingga sungai dan saluran irigasi.

Sehubungan dengan itu, Tim FPIK UMI yaitu Dr Ir Hasnidar MS IPM dan Dr Ir.Andi Tamsil MS IPM telah melakukan kajian pemanfaatannya sejak tahun 2019, sehingga bisa bermanfaat bagi masyarakat, sekaligus dapat mengendalikan populasinya yang terus berkembang.

Hasil penelitian, terutama untuk pemanfaatan sebagai bahan baku untuk pakan ikan diperkenalkan dan dilakukan pelatihan pembuatan pakan kepada nelayan, kelompok pembudidaya, penyuluh dan masyarakat pesisir pada tanggal 3 November di Desa Malluse, Salo Kecataman Sabbangparu, Kabupaten Wajo, yang dibuka oleh Bupati Wajo Dr H Amran Mahmud SSos MS.

Tim FPIK UMI yang didukung oleh Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat (LPkM) UMI, menyampaikan hasil kajian untuk pemanfaatan Ikan Sapu-sapu menjadi pakan, mulai dari persiapan bahan baku, pembuatan menjadi tepung ikan, proses penyusunan formulasi pakan, pembuatan pakan, pengeringan/penyimpanan dan aplikasi kepada ikan budidaya.

Dalam sambutannya, Bupati Wajo menyampaikan bahwa masalah utama di Danau Tempe sejak 5 tahun terakhir adalah dominasi ikan invasif yang menyebabkan menurunnya tangkapan nelayan, merusak alat tangkap dan memangsa telur dan larva ikan-ikan ekonomis yang ada. Oleh karena itu, upaya pemanfaatan menjadi pakan ikan, merupakan langkah tepat karena selain dapat mengontrol populasi ikan sapu-sapu, dapat pula menjadi sumber pendapatan baru bagi masyarakat khususnya bagi pembudidaya ikan.

“Pemanfaatan Ikan Sapu-sapu sebagai sumber protein pakan yang murah diharapkan menjadi pakan alternatif (mensubtitusi) penggunaan pakan komersial yang harganya mahal (sekitar Rp13.000/kg). Penggunaan ikan sapu-sapu, dan bahanUMI pakan lokal lainnya seperti dedak halus, tepung jagung harganya sekitar Rp5.000/kg,” ungkapnya.

Bupati Wajo yang didampingi Kepala Dinas Perikanan, Camat Sabbangparu dan Kepala Desa Malluse Salo berharap agar kegiatan ini dapat dilaksanakan di desa/kelurahan lain dan kepada kelompok masyarakat pesisir danau, agar dapat menjadi alternatif kegiatan ekonomi, terutama di masa pandemi Covid-19 ini.

“Saya berharap agar ikan sapu-sapu dapat dimanfaatkan bagi unggas (ayam dan itik) yang selama ini juga mengeluhkan tingginya harga konsentrat,” tuturnya.

Menurut Ketua Tim Pengabdi, praktik pembuatan pakan ini masih dapat ditingkatkan dengan memanfaatkan sumber bahan baku lain yang bisa memperkaya dan meningkatkan kualitas pakan yang dihasilkan, tidak saja untuk ikan konsumsi, tapi juga bisa untuk ikan hias dan lain-lain.

“Tim pengabdi UMI berharap ke depan dapat bekerja sama lebih lanjut dengan Pemkab Wajo untuk menemukan inovasi baru bagi kepentingan masyarakat,” imbuh Dr Hasnidar.

Peserta yang mengikuti pelatihan juga menyampaikan terima kasih dan apresiasi kepada Tim Pengabdi UMI, karena sudah lama menanti inovasi ini, bukan hanya bagaimana mengendalikan populasi ikan sapu-sapu tapi juga solusi pakan bagi budidaya ikan yang harganya terus naik dan sering tidak tersedia di pasaran. Masyarakat berharap pengabdian di Desa Malluse Salo dapat terus dilakukan dan kembali mengaktifkan sebagai Desa Binaan UMI.

image_pdfimage_print
Spread the love

Komentar